Euforia akan Pulau Bangka sepertinya sudah banyak terdengar hingga seluruh pelosok Tanah Air. Euforia itu juga saya rasakan sebelum berangkat ke pulau ini, rasa penasaran yang amat sangat. Meskipun sesampai di pulau ini, saya sempat mengalami hangover diakibatkan adanya turbulence sepersekian menit dari maskapai yang ditumpangi (mohon maaf yang sebesar-besarnya pada Ibu Anita karena saya telah merepotkan selama hangover huhuhu). Tiba di Bandar Udara Depati Amir sekitar siang hari, rencananya begitu sampai langsung menuju Kanwil Bangka Belitung untuk melakukan tugas negara. Namun saya masih lemas dan tidak berdaya sehabis hangover, akhirnya saya dan Ibu Anita langsung dijemput travel untuk menuju ke penginapan. Seharian penuh istirahat total sambil memulihkan diri agar kembali bugar di Grand Puncak Hotel, Pangkalpinang.
Setelah semalam minum secangkir teh camomile, Alhamdulillah pagi harinya, saya kembali sehat dan semangat untuk memenuhi rangkaian kegiatan di hari kedua. Hari kedua, saya berkunjung ke Kantor Kementerian Agama Kota Bangka untuk memenuhi acara monitoring dan evaluasi. Selepas dari kunjungan tersebut, saya beranjak ke Pantai Pasir Putih yang ternyata pasirnya benar-benar bewarna putih, sebab pantai di Bangka sudah tercampur dengan timah dan warna air lautnya pun keruh tidak sebiru dan sesegar pantai pada hakikatnya.
Menurut saya, pantai sudah tercemari dengan lingkungan, sehingga tersisa hanyalah otak-otak yang cukup menarik perhatian saya. Yang paling diburu pewisata ketika ke Bangka adalah Otak-otak Ase, otak-otaknya memiliki banyak bentuk dan aneka tekstur. Ada yang direbus dan digoreng.
Otak-otak Ase memang sangat khas, rasanya sangat ikan dan kental dengan wangi kota Bangka, walaupun kota Bangka cenderung panas dan sebagainya, tapi kuliner Bangka begitu membekas di lidah. Seperti halnya dengan Pempek Palembang, Rendang Padang, Lontong Orari Banjarmasin, atau Bolu Gulung Abon Papua. Selain otak-otak, saya juga sempat mencicipi Lempah Kuning khas Bangka di restoran bertembokkan dan beratapkan bambu, sangat back to nature. Sampai hari ini pun, rasanya sangat terngiang dan berbeda dengan berbagai sayur ikan yang pernah saya cicipi. Pernah juga, saya berkunjung ke Riau dan Kepulauan Riau, namun lempah kuningnya tidak senendang Bangka. Entah kenapa semua kuliner khas Bangka sangat dominan
Steal your thought,
Dessy Amry Raykhamna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar