Minggu, 31 Desember 2017

Tombo Ngelak

Berbeda dengan review kuliner sebelumnya (klik disini), tempat kuliner di Jogja yang kami kunjungi selanjutnya adalah Tombo Ngelak. Menu yang disajikan lebih  sederhana dan namanya tidak serumit di episode kuliner sebelumnya. Karena di episode kuliner sebelumnya saya dan mbak Dian merasa kenyang setelah menjadi vegan beberapa menit, kami memutuskan untuk memesan menu yang 'agak mengenyangkan' di warung makan dengan konsep shabby ini. Sambil menunggu pesanan, sudah menjadi kebiasaan saya untuk mengamati setiap detail interior yang mengelilingi warung makan yang saya kunjungi. Mulai dari warna cat yang dipadukan, perintilan-perintilan yang dipasang, bahan yang dipakai untuk meja atau kursi makan, serta alat-alat makan yang digunakan oleh pelanggan. Atau kadang, saya melakukan small business research tentang demografi pelanggan, pemasukan per hari, mengapa warung makan tersebut mendadak ramai atau sepi, dan beberapa permasalahan lainnya seputar hal itu.    



Ketika saya sedang mengamati, terkadang keluarga atau sepupu yang sedang bersama menjadi ribut sendiri: 

"Kenapa harus se-detail itu sih?"
"Kenapa harus direkam dan dipublish segala?"
"Kenapa harus difoto? Langsung dimakan mending."
"Mau makan aja ribet banget."

Saya tidak menyalahkannya, biasanya saya hanya menjawab dengan kalimat "yah... namanya juga hobi." dan selalu mendapat cibiran. Saya memaklumi karena lingkungan keluarga bukanlah seniman, rata-rata mereka lebih ke serious major, kaya kedokteran, hukum, pendidikan, teologi, keagamaan, ilmu murni (matematika, fisika, dan lainnya). Mereka menganggap masuk ke saintek adalah hal yang paling wajar dibandingkan ke seni dan bisa dikatakan, masuk jurusan informatika 90% adalah pengaruh dari keluarga. Meskipun saya dapat survive di bidang itu. Namun... akhir-akhir ini, sekitar semester 8, saya baru menyadari bahwa apa yang saya bisa belum tentu hal tersebut adalah passion saya.

Saya sangat berterima kasih pada tahun 2017 yang memberikan pengalaman (mungkin) sangat berat bagi pengejar gelar S.Kom dan penggarap skripsi. Bolak-balik jatuh bangun dan Allah menguji keimanan dan kesabaran saya dengan 'mengganti topik lama yang sudah saya kerjakan hingga bab 6'. Lebih lengkap mengenai behind the scene pengerjaan skripsi hingga saya perlahan akhirnya menemukan passion yang sebenarnya setelah memasuki banyak keminatan dan mencoba banyak mata kuliah. Mulai dari keminatan jaringan, kecerdasan buatan, rekayasa perangkat lunak sampai akhirnya pengembangan permainan (game). Mulai mata kuliah arsitektur jaringan terkini, algoritma evolusi, ERP (kelas yang saya drop pertama kali setelah mengetahui RPKPS di dalamnya) sampai akhirnya menemukan game yang rasanya lebih fun dan challenging berada dalam scope itu, saya mampu tersenyum dan tertawa saat mengerjakan topik skripsi ini dibandingkan dengan topik saya sebelumnya. Semua pemaparan ini akan saya ringkas di postingan selanjutnya.



Kembali ke bahasan interior dari Tombo Ngelak. Sambil mengamati suasana di Tombo Ngelak dengan udara panas Jogja, saya dan mbak Dian berbicara banyak hal soal video blog (vlog). Namun saat ini belum dapat kami realisasikan karena masalah waktu dan equipment. Mungkin hal ini dapat menjadi resolusi di 2018 nanti. 

Sekitar 10 menitan menu yang kami pesan datang, dua buah pasta dengan rasa dan taburan yang berbeda. Saya memesan yang Beef Blackpepper dengan harga IDR 19900, sedangkan mbak Dian memilih Cheezy Sausage dengan harga IDR 17900. Bagi pelajar atau mahasiswa tidak perlu merisaukan dalam segi biaya berkuliner di Tombo Ngelak karena sasarannya pelajar atau mahasiswa rentang harga yang ditawarkan mulai IDR 12000 hingga 28000. Tidak terlalu berat, bukan?




Rasa untuk pastanya standar, tidak terlalu buruk juga tidak terlalu sangat lezat. Rasanya ada pada garis tengah-tengah, namun mampu diminati masyarakat. Hal ini terbukti dari seluruh kalangan masyarakat berkumpul jadi satu di Tombo Ngelak. Selain pasta, kami juga memesan minuman seperti Mad Berries dengan harga IDR 20000 dan Black Magic dengan harga IDR 23000. 

Menurut saya, kill menu di Tombo Ngelak ini adalah beverages-nya. Mereka sangat murah hati dalam memberikan toping dan segar dari esensi minuman sangat terasa. Mad Berries cocok untuk penggemar strawberry, campuran milkshake strawberry dan whipecream serta toping-toping renyah di atasnya seperti parutan keju, cheese cake, sprinkles, dan saus strawberry. Jika Anda adalah penggemar coklat, sangat disarankan untuk mencoba Black Magic sebagai beverage yang paling susah untuk dilupakan, baik dari segi rasa maupun penampilannya.    


Steal your thought!

Dessy Amry Raykhamna



Kamis, 30 November 2017

Mencoba Bagel Pertama Kali di Via Via

Seperti tahun-tahun sebelumnya, ketika lebaran saya dan keluarga selalu bersilaturahmi keliling Jawa. Mau bagaimana lagi, keluarga dari Ayah dan Mama rata-rata menyebar mulai dari Jawa Timur (Blitar, Surabaya, Kediri, Trenggalek), Jogjakarta sampe Jakarta (Selatan dan Timur). Jadi, seusai silaturahmi pasti langsung kram seluruh tubuh karena capeknya sangat berasa. 

Di lebaran tahun ini, sejak H+1 saya dan keluarga telah berada di Jogja. Saudara-saudara yang tinggal disini juga lumayan banyak, mulai keluarga Pojok Benteng, Krapyak, Ringroad, Al-Mukhsin, Trah Kyai Munawir, Trah Kyai Abu Sujak, Trah Bani Mustar, dan trah-trah lainnya. Berkunjung tiada henti, lumayan membuat saya sedikit jenuh karena rutinitas yang repetisi hampir tiap pagi hingga keesokan harinya dan... menikmati kue-kue serta hidangan ketupat yang sama. Akhirnya, saya dan kakak sepupu (mbak Dian) mencoba untuk eksplore kuliner yang sedang hive di Jogja. Dari beberapa feeds, saya dan mbak Dian tertarik untuk mencoba Via Via dan Tombo Ngelak (Tombo Ngelak akan diulas di postingan tersendiri)

Biasanya di hari weekend atau holiday, Via via sering penuh dengan customer. Restoran ini sudah dikenal di mancanegara, jadi nggak heran kalo banyak turis yang kerap mampir ke daerah Jalan Prawirotaman ini. Seperti yang kita tahu bahwa di Jogja, Jalan Prawirotaman terkenal dengan sederatan kuliner dengan menu khas mancanegara, mulai nasi goreng sampe cordon bleu dan mulai wedang jahe sampe mocktail ada disana. Ada juga beberapa restoran dengan dessert terkenal seperti Milas, Anker, Bali Hai, Tempo Gelato, dan Move On. Sebenernya alasan sederhana memilih Via via  sebagai tempat labuhan adalah untuk sekedar brainstorming interior seraya nyobain masakannya yang katanya internasional. 


Via via mempunyai ruang yang nggak terlalu besar, namun cozy place untuk nugas, ngadain workshop, diskusi, dan journaling atau hal-hal kreatif lainnya, restoran ini menyediakan dish yang lengkap. All seafood variants, chicken variants, or beef variants. Rentang harga yang disediakan mulai Rp. 3.500,- sampe 138.000,- atau lebih lengkapnya untuk menu Oktober 2017 (klik disini). Selain menjual berbagai menu mancanegara, Via via juga menyediakan guest house atau akomodasi penginapan lainnya (eksplore disini). 

Dari sisi timer dan platter-nya menurut saya seimbang. Via via menyajikan menunya dengan cepat dan cara penyajiaannya bikin orang impressed. Mungkin kualitas kokinya beda banget sama restoran yang sering saya review selama ini. Konsep restorannya yang klasik menambah suasana kuliner kaya kembali ke zaman kolonial dahulu.



Saya memesan bagel with cream cheese, smoked salmon, capers and small side salad yang dipatok dengan harga Rp. 43.000,-. Nggak ada alasan khusus kenapa saya langsung memilih bagel, karena saya suka makanan amis atau yang berbau seafood protein tinggi dan udah nggak peduli lagi, mau seafood mixing sama bagel atau roti tawar. I don't care much more (hahaha). Rasanya lumayan enak karena salmonnya setengah mateng, sepertinya Via via bener-bener paham dalam memasak sajian salmon yang enak, ada cream cheese-nya antara bagel dan salmon serta taburan kuaci di atas salmon. As long as I life, it is first time that I taste bagel. Dulunya hanya tahu dari film atau majalah-majalah, ternyata bener-bener keras dan sukar buat dipotong. Tapi tetep bisa dimakan karena bagel di Via via nggak terlalu keras banget kaya yang butuh bermenit-menit untuk memotong. Here is totally different!

Tapi kalo nggak doyan amis dan asem, mending jangan cobain menu ini, bisa nyobain menu vegetable burger on bun served with a salad and french fries yang dipatok dengan harga Rp. 55.000,- atau beef burger on bun served with a salad and french fries yang dipatok dengan harga Rp. 55.000,-. Pilihan mbak Dian jatuh pada beef burger on bun served with a salad and french fries. Lumayan mengenyangkan dan dagingnya enak. Cocok juga buat yang lagi diet nasi putih, bisa diganti makan siang dengan menu ini. Untuk full view suasana dan menu-menunya bisa nonton lewat channel saya:



send a thousand happiness,


dessy amry raykhamna 



Minggu, 12 November 2017

Selepas Lulus Sarjana


"For 20 – 25 years old, be a good student. Get some experience. Make mistakes. Don’t worry. You fall, you stand up, you fall, you stand up. Enjoy it, you know? 25 years old? Enjoy the show. Don’t worry, any mistake is income; it is wonderful revenue for you.

For 25 – 30 years old, follow somebody. Before 30 years old, follow somebody. Go to a small company. Normally in a big company it is good to learn processing. You are a part of a big machine. But when you go to a small company, you learn the passion, you learn the dreams, you learn how to do a lot of things one time.

Before 30 years old, it’s not which company you go to, it’s which boss you follow that’s very important. A good boss teaches you differently.

For 30 – 40 years oldyou need to think very clearly. If you really want to be an entrepreneur, you need to start working for yourself.

For 40 – 50 years old, you have to do all the things you are already good at. Don’t try to jump into a new area, it’s too late. You may be successful, but the rate of dying is too high, so at forty to fifty years old, think about, “How can I focus on things that I am good at.”

For 50 – 60 years old, work to support young people, because young people can do better than you. Rely on them, invest in them. Make sure they’re good to go.

For over 60 years old, spend time for yourself, on the beach, some sunshine, you know?"  (Jack Ma's speech on a talk show)

Sadar atau tidak, banyak polemik atau dilemma yang akan dihadapi setelah seseorang sampai puncak pada kehidupannya. Rentang usia yang telah dipaparkan oleh Jack Ma adalah tipe ideal apa yang harus dilakukan oleh kita ketika berada pada usia tersebut. Walaupun pada dasarnya, setiap orang memiliki cara sendiri untuk berkembang. Saya menyadari bahwa budaya masyarakat Indonesia setelah lulus sarjana adalah memiliki keinginan kuat untuk bekerja, menjadi sapi perah perusahaan. Bagi lulusan informatika, rata-rata menginginkan gaji yang tinggi dengan menjadi programmer. Atau bekerja di perusahaan finance/lembaga keuangan sebagai bussiness analyst. Namun untuk saat ini, saya tidak memilih keduanya. Karena saya masih haus akan ilmu, saya masih butuh belajar, dan lagi, saya membutuhkan kebebasan. Kebebasan dalam mengeksplorasi diri, seperti yang dikatakan Jack Ma bahwa telah menjadi wajar bahwa for 20 to 25 years old be a good student and get some experience. Make mistakes, then you will get a wonderful revenue! Dan.. saya tahu, jika sebuah pekerjaan tidak dapat membeli sebuah kebebasan. 

Banyak teman-teman dan tetangga bertanya "selepas lulus sarjana ngapain? kok nganggur sih? nggak cari kerja?" they just look on my cover, they don't know anything about me. So, nothing reason for me to be not confident. Bener-bener wrong statement, kalo mereka yang duduk-duduk tidak bergerak. Mereka sebenarnya bergerak, namun tidak tergesa-gesa, dan sangat menikmati proses ini, sebuah proses uncertainty dalam meraih suatu hal. Ketika seseorang mempertanyakan "kenapa nggak coba masukin CV ke perkantoran?" saya hanya dapat tersenyum pahit sambil memainkan bibir. Yah tanda preventif dari pertanyaan tersebut. Karena menurut persepsi saya, bekerja di perkantoran adalah hal yang menekan otak serta kebatinan. Bagaimana tidak? 2012 awal juli adalah karir pertama saya memulai bekerja sebagai web programmer di sebuah software house. Saat itu masih 16 tahun dan belum lulus SMA. Gajinya? Standar UMR tapi bagi anak 16 tahun adalah jumlah yang lumayan besar. Suatu hari, terjadi saat salah seorang teman saya menyapu lantai ruang belakang kantor, dia menemukan bon aplikasi yang saya develop. Ternyata harga asli jual ke klien adalah 600+ juta dan saya hanya diberikan 0,4%. Ini bukan yang pertama kalinya, sudah 3 kali hal sama menimpa saya. Yang paling parah, ketika dapat stakeholder suatu perusahaan penerbangan dengan netto 2 miliar dan sebagai programmer, saya hanya diberikan 0,01%. 

Ini bukan penjelasan tentang saya sakit hati setelah menerima fakta itu, namun saya kerap heran saat itu. Mudah sekali anak-anak dibohongi oleh orang dewasa, padahal mereka dijadikan sapi perah oleh perusahaan. Bukannya untung, tapi malah ditumbalkan. Selepas 2012, saya juga merambah ke dunia jurnalis di sebuah koran nasional. Saat itu nggak full-time, sebab kuliah semester awal masih padat-padatnya. Kerjaan ini nggak bertahan lama sampai akhirnya saya membangun sebuah startup di bidang socialpreneur. Banyak dihadapkan dengan uncertainty, karena kita nggak akan pernah tahu 20 atau 30 ke depan, startup ini masih ada atau nggak. But I am still enjoying the show mainly when I fall and stand up. All of those do repeatedly. Hingga semuanya berakhir di awal 2017, saya mencoba jadi pattern design assistant di Nebula Studio (kali ini mencoba mencari peruntungan dari pencarian saya selama ini), namun resign di akhir September 2017, karena nggak kerasan dengan jam kerja remote malam hari (sebenernya pagi hari kerjanya tapi waktu spanyol, sedangkan di Indonesia telah menjelang malam), ngasih deadline-nya juga kurang dikondisikan, dan setiap ada pembuatan pattern baru selalu diskusinya sama dua orang yang mencintai sesama jenis. Jadi awkward tiap diskusi di Skype (hahaha).    

Thus, now, after I graduated for one month ago, saya bersyukur masih dapat menikmati waktu senggang yang Allah berikan, seperti belajar hobi baru, mengembangkan startup, improve writing skill, reuni, dan hal lainnya. It looks randomly and I never get it if I work in industry. Saya berharap hal ini terjadi hingga akhir desember sebelum saya mengalami hal-hal hectic tahun depan. Selain itu, pertengahan desember juga ambil kelas digital & fashion illustrator for adult (dan... saya rasa bakal hectic sebelum waktunya). Quote yang akan selalu saya ingat selepas lulus adalah "mumpung masih dalam rentang 20-25 tahun, teruslah belajar hauslah akan ilmu karena nantinya tidak akan ada yang mengasihanimu. Harta dapat dicari, sedangkan ilmu tidak akan pernah habis." Bisa jadi, tahun depan akan menjadi tahun ter-hectic sepanjang saya berkuliah atau bekerja kantoran. So, nggak perlu khawatir kalau belum memiliki tempat berlabuh yang pasti selepas lulus sarjana, asalkan kita tahu apa rencana yang akan dilakukan di keesokan harinya (insyaAllah) segala langkah akan terasa ringan. Seperti kata Jack Ma, just enjoy the show! 


Steal your thought!

Dessy Amry Raykhamna

Sabtu, 10 Juni 2017

Pennsylvania [6]: Partisipasi di PennApps XV


"Jangan berpikir untuk berkompetisi dengan orang lain, tapi pikirkanlah bagaimana cara kita untuk mengalahkan diri sendiri yang kemarin." Hampir semua mahasiswa yang saya sempet ngobrol bareng mereka, haha-hihi bareng mereka, rata-rata mereka selalu pusing memikirkan, "waduh si X jadi mahasiswa berprestasi, udah wisuda, kuliah ke Inggris, liburan ke Paris, dan bla bla bla." Sadar atau nggak sederetan kalimat itu adalah asumsi yang ditanamkan oleh diri kita untuk alam bawah sadar bahwa si X adalah rival yang harus kita capai dan kita samakan. Pasti selanjutnya akan timbul pernyataan, "Yah... saya tertinggal dengan si X, saya harus bagaimana?" sebuah pernyataan menyerah sebelum berperangPada akhirnya mereka kelimpungan mencari jalan keluar, tersesat, dan membenci diri sendiri. Jika hal ini sampai terjadi, maka harus hati-hati karena gangguan skizofrenia akan hinggap secara berangsur. 

Don't ever think for competing with others, but think about how to beat yourself yesterday. Merupakan nasihat yang diungkapkan oleh keynote speaker dari Cybertron Technology saat hadir di salah satu workshop yang diadakan oleh MicroTek Lab. Seperti yang saya ceritakan di post sebelumnya (klik disini), sambil transit saya submit attendance di salah satu workshop yang ada di 10times. Bagi yang baru mendengar, 10times adalah salah satu situs penyedia event terbesar di dunia. London, LA, New York, dan Dubai merupakan kota-kota yang sering memposting event tanpa tiket masuk untuk publik. Kebanyakan mahasiswa Penn Engineering sering rame-rame dateng ke acara konferensi jurnal/paper kalo sedang weekend. Berbekal dikomporin anak-anak dari We are One, sebutan komunitas sosial di upenn, akhirnya saya nyobain budaya mereka untuk ikutan workshop dari MicroTek Lab itu. Salah satu hasil dari workshop itu yah kalimat: don't ever think for competing with others, but think about how to beat yourself yesterday. Bisa dibilang kalimat ini sedang saya alami saat ikut berpartisipasi dalam acara PennApps XV yang diadain sama University of Pennsylvania.

Bagi mahasiswa-mahasiswa di Asia, termasuk Indonesia, acara PennApps sepertinya tidak terlalu booming. Sebab tidak semua kampus diundang oleh University of Pennsylvania, hanya kampus-kampus yang masuk dalam 64 top universities in the world yang sering diundang. Bagi yang belum pernah mendengar, PennApps merupakan ajang hackathon yang diselenggarakan tiap tahun oleh University of Pennsylvania. Mereka mengundang seluruh kampus di dunia untuk mencari the best hack of the year. PennApps diadakan dalam setahun dua kali, pada musim gugur dan dingin. Karena di kedua musim ini para mahasiswa/college biasanya sedang libur menyambut semester baru, bisa dibilang peserta yang ikut makin membeludak. Saya ikut partisipasi di bulan januari tanggal 27 s.d 29, ketika kampus saya sedang libur semester. Jadinya nggak perlu bingung bikin surat dispensasi ke fakultas (yay). Acara ini terbagi menjadi dua, ada hackathon day dan conference day. Hackathon day diperuntukkan bagi mahasiswa yang ingin mendevelop aplikasi sesuai topik dalam waktu 3 hari non-stop. Pemilihan keikutsertaan disaring melalui seleksi yang bersaing dengan mahasiswa 64 negara. Sedangkan conference day diperuntukkan bagi para mahasiswa peneliti untuk mempresentasikan hasil karyanya dihadapan dunia. Bagi penelitian yang dianggap potensial akan didanai dan diterbitkan oleh University of Pennsylvania sebagai koleksi jurnal milik Penn EngineeringReward yang lumayan kan? Kalo menurut saya, rugi kalo kita punya ide penelitian tapi nggak didokumentasikan kemudian diperkenalkan pada dunia. Sebab sesuatu yang tidak dipublish pada akhirnya hanya akan menjadi sampah. Is it right? 

And then... my campus is not inside of 64's, but how can i participate? Banyak temen-temen yang nanya bagaimana saya dapat berpartisipasi di PennApps padahal kampus saya tidak diundang. Meskipun acara ini lebih didominasi mahasiswa-mahasiswa dari universitas atau college Amerika dan Eropa, namun terbuka untuk umum, siapa saja dapat berpartisipasi. Hanya saja, sesi pendaftarannya berbeda. Mahasiswa yang kampusnya tidak masuk ke dalam 64 top universities in the world dapat mendaftarkan diri minimal 3 bulan sebelum acara dimulai. Dalam proses pendaftaran ini ada seleksinya, kita harus membuat esai penelitian dengan APA style. Topik penelitian yang biasanya lolos adalah yang sedang hot issue in the world. Saat itu topik penelitian yang saya ajukan mengenai Software Defined Network, yang (sempat) menjadi bahan skripsi saya semester lalu. Bener-bener nggak nyangka juga, Alhamdulillah topik itu lolos dan diwajibkan ikut conference day. 

Seusai transit di Incheon (cerita sebelumnya, klik disini), saya langsung terbang lagi sekitar 11 jam ke Philadelphia Int Airport. Karena saya serba sendiri, jadinya begitu nyampe di Philadelphia tetiba pesen Uber X buat ke kampus Penn Engineering. Tapi... kayanya nggak terlalu diridhoi oleh Allah, harga Uber X di luar nalar U$D 24 (dimana harga bus phlash hanya U$D 2) dari airport ke kampus upenn. Padahal itu deket cuma 7 menitan. Mungkin karena taxinya pake limousine hahaha bukan xenia/avanza kaya di Indonesia. Stuck sejenak dan coba acak-acak situs philly tour sambil nanyain relasi di LINE/Telegram yang pernah ke Amerika. Akhirnya dikabarin sama kakak sepupu "mending kontak temen-temen kamu yang stay di Delaware. Barang kali mereka mau barengin." What the good solution isThank you my sister, you're problem solver hahaha! 

Sekitar 10 menitan, saya coba nanya-nanya ke grup We are One di Telegram dan ternyata bener, mahasiswa Delaware pada menginap di airport semalaman. Mereka udah kontak panitia PennApps buat ngejemput pagi ini, setelah ngelobby tipis-tipis akhirnya dibolehin bareng (yay!). Why they receive that serve from committee, but i'm not? Yeah because i'm just conference, but they are hackers! Jadi intinya, fasilitas yang diberikan panitia berbeda jika penelitian kita lolos dikonferensi dengan yang melakukan hacking marathon (hackathon). Peserta yang melakukan konferensi mendapatkan dana tambahan U$D 500 untuk keperluan transportasi. Sedangkan peserta hackathon mendapatkan fasilitas jemput dan dana tambahan U$D 500. Jika kekurangan dana, kita bisa minta tolong pada panitia untuk mencarikan sponsor.    

Masalah transportasi di hari itu terselesaikan berkat para mahasiswa Delaware yang baik hati. Thank you so much, Delaware! You have a great soul. Begitu tiba di Penn Engineering, langsung antri panjang buat registrasi ulang. Nggak salah sih antrinya berjajar sampe empat shaf mengular, soalnya dari 64 negara dan 1 tim bisa bawa sampe 4 orang. Why i go there by my self? because i submit for conference day NOT hackathon. Jadi jika kita ingin daftar sebagai tim, kita harus ikut hackathon dan mentoring di dua hari terakhir. Dan itu nggak nyaman sih menurut saya kalo hackathon harus sendirian, nggak ada esensi hahaha.  


Setelah registrasi selesai, saya dan rombongan Delaware misah. Saya di ruang tunggu untuk peserta konferensi dan mereka di ruang hackathon. Selama menunggu giliran untuk konferensi atau selama istirahat hackathon, panitia menyediakan berbagai jajanan gratis yang dapat dikonsumsi selama acara berlangsung. Mulai dari donat, schotel, biskuit, sampe macaroon. Panitia juga menyediakan breakfast sampe dinner bagi peserta conference dan hackathon. Sedangkan untuk tempat menginap, kita nggak perlu berbelas kasih. Karena panitia juga menyediakan sleeping bag atau matras plastik yang tersebar di lorong dorm upenn.

Kalo lorong dorm nggak cukup untuk menampung peserta, biasanya panitia membebaskan peserta ingin berbaring dimana. Entah dilobby universitas, dekat kantin, di bawah tangga, atau di dalem lift. Bebas se-bebas-bebas-nya. Budaya bebas ini nggak akan saya temuin di Indonesia. Lucu juga sih, ngelihat salah satu rombongan tidur di dalem lift sambil pake sleeping bag. Tapi.. mereka cuek, nggak peduli orang mau bilang apa, lagipula nggak ada yang bakal ngatain mereka juga sih hahaha. 

Ohya selama saya berpartisipasi di PennApps, seluruh biaya ditanggung oleh dua sponsor yaitu Bloomberg dan Capital One. Mereka big sponsor dari acara PennApps yang membuka kesempatan luas bagi mahasiswa luar upenn untuk berpartisipasi di acara ini. Feedback-nya kita harus pasang nama mereka di esai yang kita tulis, istilahnya endorser. Nggak ribet kan? Nggak perlu repost sana-sini atau hashtag sana-sini. Jika topik penelitian kita answer their need, why not? Tapi jika kita tergolong hacker pro dari tahun sebelumnya, kita digratiskan segalanya oleh acara ini, mulai transportasi, sampe fee pendaftaran. Hacker pro yang dimaksud adalah mereka yang mendapatkan gelar the best hack of the year pada PennApps tahun sebelumnya. Jadi bukan dari kita yang menilai diri sendiri bahwa kita pro di bagian programmingNot value from you but the world  



Pembukaan acara dilakukan oleh Dean Vijay Kumar dari perwakilan Penn Engineering. Setelah pembukaan acara selesai, peserta hackathon langsung berpencar ke Detkin Lab, Towne 337, Towne 100, dan Wu & Chen. Ruang-ruang dipisah tergantung dari topik yang dikerjakan. Sedangkan saya tetap stay di Moore 100 untuk persiapan konferensi. 

Di saat peserta hackathon mengikuti sesi mentoring dan workshop, peserta conference juga dapat mengikutinya. Tapi sifatnya nggak wajib. Sebagian peserta conference ada yang memilih istirahat di lounge, ada yang mini tour keliling universitas, dan diskusi di kantin. Karena saya nggak mau menyia-nyiakan barang sejam pun, saya ikutan workshop big data and analysis di gedung yang sama saat melakukan konferensi. Jadi selama 2 hari, mulai jam 8 pagi sampe 8 malem saya nggak keluar sama sekali dari gedung Moore 100. Kecuali untuk sholat, makan, dan ke kamar mandi. Beberapa temen ada yang ngajak keluar buat take a breath. Tapi saya nolak, soalnya waktu saya di Amerika cuma sebentar dan tiap jam harus saya manfaatin bener-bener, kalo masalah take a breath bisa dilakuin nanti di hari terakhir, keliling Center City sambil cari oleh-oleh (untuk cerita episode ini, klik disini). 

Saya bukannya sok rajin atau naif, tapi... saya ingin ngelihat perkembangan teknologi dan pengetahuan yang didapat masing-masing mahasiswa dari 64 negara. Saya udah janji sama diri sendiri, buat nggak melewatkan presentasi produk mereka sedikit pun. Alhasil bener, kita tertinggal lumayan jauh, pantes aja kalo universitas di Indonesia nggak masuk ke 64 top universities in the world. Para mahasiswa Amerika, sebelum masuk kuliah mereka punya visi bakal ngapain ngambil jurusan teknik, sering diskusi, dan pemikiran mereka nggak lelet. Produk yang banyak dihack rata-rata hardware dan games. Ada yg bikin mesin pelipat baju otomatis. Ada yang bikin aplikasi smartphone yang bisa nge-detect barang bawaan kita tasnya dipasangin sensor trus ngebaca isi tasnya, sehingga minim buat kemalingan, sensor ini juga ngedeteksi barang keluar dan masuk dari tas kita. Kemudian robot yang bisa ngerjain tugas sekolah kita, fruit ninja tapi versi virtual reality, belajar mengenal tata surya versi virtual reality, dan masih banyak lagi. Aplikasi belajar mengenal tata surya versi VR/AR ini menjadi the best hack of the year di PennApps XV. Kreatif dan bermanfaat ya?


Semoga postingan kali ini mampu menjawab rasa penasaran dari beberapa pertanyaan: apa sih PennApps? ngapain di Amerika? gimana cara nyari sponsor? atau PennApps itu ngapain aja sih? Dan menurut kabar terbaru, PennApps XVI udah dibuka pendaftaran untuk mahasiswa luar upenn bisa di mulai tanggal 19 Mei 2017 loh, informasi lebih lanjut kunjungi situs PennApps (klik disini). Untuk liputan singkat kegiatan PennApps XV ada pada video highlight yang telah diupload melalui channel Youtube PennApps. Happy watching dan semoga tertarik buat partisipasi PennApps XVI di bulan September nanti.


send a thousand happiness,


dessy amry raykhamna






Pennsylvania [5]: Homemade Nachos

"homemade selalu mengingatkan segalanya tentang kampung halaman"


Nachos, tacos, dan churros adalah beberapa jenis makanan yang ingin saya cicipi di 2017. Nachos dan tacos adalah kudapan andalan Meksiko yang telah lama mendunia. Sedangkan churros adalah jajanan Spanyol modifikasi rasa China (di daratan China lebih dikenal dengan sebutan Cakwe). Meskipun ketiga jajanan tersebut dapat dijumpai di restoran atau cafe di Indonesia, tapi... saya masih penasaran bagaimana dengan kualitas rasa yang asli? Rasa yang bener-bener homemade from Meksiko!

Perjalanan selama beberapa hari di Pennsylvania, Alhamdulillah, berhasil membawa saya mengunjungi salah satu kedai mirip benavides nachos, yang katanya hanya ada di Texas. Sementara jarak dari Philadelphia ke Texas itu jauh sekali, harus flight kalo pengen cepet sampe sana, karena nggak ada jalur kereta. Kalo maksa mengendarai mobil bisa 2 harian lebih. Intinya perjalanan yang akan saya tempuh lebih jauh kalo dibandingkan dengan perjalanan ke Cleveland, tempat dimana mbak sepupu saya tinggal (cerita sebelumnya, klik disini). Sengotot apapun saya, semua itu hampir nggak terjangkau kalo harus kelayapan ke Texas seorang diri. Tapi... Allah menunjukkan jalan lain, bukan ke Texas. Berbekal nanya-nanya ke beberapa pengendara carriage di Philadelphia (kalo di Indonesia sejenis delman), mereka menyarankan saya untuk ke Chinatown! Di Amerika, Chinatown hanya ada di New York, jarak PHL-NY atau perjalanan dari Philadelphia ke Chinatown nggak terlalu jauh, bisa ditempuh pake Axela Express yang menyita waktu sekitar 1 jam-an. Mereka mengatakan Chinatown banyak menyediakan berbagai kuliner mancanegara, mulai jepang sampe meksiko. Kalo bingung nyari oleh-oleh bisa langsung ke Chinatown, karena semuanya serba dijual. Mulai dari gantungan kunci, stempel, postcard, aksesoris, baju, dll ala mancanegara semuanya ada disana. Di Chinatown, saya juga menemukan jajanan benavides nachos, yang hanya dijual di Texas itu! 

Bagi yang belum pernah mendengar, jajanan benavides nachos yang terkenal di Texas itu, adalah mozzarella stick dengan doritos. Biasanya doritos ini dipake buat bahan utama nachos. Doritos ini semacam tortila chips atau kripik happy tos yang dijual bebas di Indonesia. Kalo di nachos ala happy tos, tortila chips disuguhkan bareng parutan keju di atasnya, mirip kaya tampilan nachos di Bureau Coffee and Dine (byoo r -oh). Sedangkan pada jajanan benavides nachos yang saya maksud, balutan tortila chips (sebutan kalo di kuliner Meksiko : doritos) yang dihancurkan kemudian adonan mozzarella digulungkan bersama doritos tersebut dan digoreng terlebih dahulu sebelum dimakan. Sehingga mozzarellanya akan meleleh dari dalam. Begitu jajanan tersebut dibuka, mozzarella akan keluar memanjang, sepanjang kita menarik. Jajanan yang menarik untuk dicicipi kan?

Nah, karena rasa ingin mencobanya untuk kedua kali masih menggebu-gebu, saya ingin membuat benavides nachos ala Texas yang berhasil ditemukan di Chinatown itu dengan sedikit modifikasi. Karena di market Indonesia, doritos belum dijual bebas, akhirnya saya menggantinya dengan corn flakes yang dihancurkan. Kemudian mozzarella digulungkan ke tepung terigu dan kuning telur yang telah dikocok sebelumnya. Barulah kemudian digoreng, tunggu sampai kecoklatan dan tiriskan. Sedikit resep mengenai homemade nachos ini, check it out!



Bahan :


Mozzarella cheese     500 gram

Corn flakes           250 gram
Daging ham            5 buah
Telur                 1 butir
Tepung terigu         500 gram

Cara membuat :
1. Potong persegi panjang mozzarella cheese, kemudian sisihkan
2. Kocok telur hingga mengembang
3. Guling-gulingkan potongan mozzarella cheese ke dalam telur dan tepung terigu secara bergantian 
4. Ambil sehelai daging ham, kemudian satukan potongan mozzarella cheese dengan daging ham, dan gulung
5. Celupkan kembali gulungan mozzarella cheese dengan daging ham ke dalam telur 
6. Guling-gulingkan gulungan mozzarella cheese dengan daging ham tersebut ke dalam corn flakes yang telah dihancurkan sebelumnya
7. Siapkan penggorengan dan minyak dengan api sedang
8. Masukkan gulungan tadi ke dalam penggorengan dan tiriskan 

Yuk nyobain homemade nachos sendiri ala kamu. Happy cooking! 


send a thousand happiness,




dessy amry raykhamna