Sabtu, 24 Februari 2018

15 Hari yang Melelahkan

Hampir setiap malam, saya meracau. Sebenarnya untuk apa saya hidup dan apa amanah dari nama Dessy Amri Raykhamna dalam beragama, berbangsa, dan bernegara. Ini terdengar seperti akan membacakan undang-undang dasar, namun memang ini yang saya rasakan. Mendadak pikiran menjadi labil dan sering menanyakan banyak hal di awal usia 21 tahun. Ditambah lagi, tidak pernah berpikir bahwa memilih bekerja atau berkuliah akan menjadi soal yang rumit dibandingkan memilih Axure RP atau Pidoco sebagai wireframetidak perlu dicerna secara serius. 15 hari di bulan februari menjadi awal yang cukup berat. Seperti yang telah saya ceritakan di postingan sebelumnya (Ayah dan Senja di Waisai: klik disini), tetiba Ayah harus diopname hampir 2 minggu dan sepulang kursus saya harus pulang ke rumah sakit. Begadang hingga pukul 2 malam karena menjaga infus paracetamol sambil ditemani beberapa novel tebal. Padahal di awal januari saya tidak memiliki target judul buku untuk dihatamkan, tapi secara ajaib bulan februari membuat saya menghatamkan 7 novel tebal dalam 2 minggu. Ini pencapaian yang tidak pernah saya lakukan selain membaca 40 komik dalam seminggu. Biasanya 2 minggu hanya mampu saya habiskan untuk 2 buah novel setebal Harry Potter seri the Order of Phoenix dan the Deathly Hallows. Sederetan pengakuan ini bukanlah hal yang saya banggakan, tapi saya merasa prihatin akan diri sendiri yang bersikap introvert. Kadang sikap itu kembali ketika kesepian menghampiri. Yah... seperti 15 hari di awal bulan februari ini, sepertinya saya akan menjadi kutu buku tingkat akut.

Kegiatan 15 hari ini hanya berputar pada rumah sakit, kursus, buka email, baca novel, dan imbuh-imbuh lainnya. Sekedar info, jurnal internasional tidak tersentuh sama sekali seusai saya memberikan stabilo pada baris-baris yang perlu dimasukkan ke dalam paragraf literature review sejak januari lalu. Merawat orang sakit, siapa pun itu, membutuhkan tenaga dan pikiran ekstra lebih dari sekadar menulis latar belakang skripsi. Tidak bisa disambi dengan hal-hal duniawi lain termasuk membalas pesan media sosial. Meskipun benar-benar sibuk, namun serangkaian ini merupakan sibuk yang melelahkan. Jika ditanya "lagi ngapain?" atau "sekarang ngapain aja?". Saya agak malas untuk menanggapi dan merasa tidak perlu memaparkan apapun, lebih sering saya jawab sekenanya. Terkadang memaparkan segala sesuatu perihal dunia nyata ke dunia maya, bukanlah hal yang relevan. Paling-paling tidak ada solusi berarti, hanya rangkaian kata 'penuh empati' atau yang lebih parah, menertawakan karena kasihan. 

Alih-alih menimbang antara bekerja atau berkuliah, memikirkannya saja sampai tidak sempat. Walaupun saya telah meluncurkan banyak opportunities, mulai mendaftarkan diri ke universitas, ke incubator company hingga ke kementerian, sebelum 15 hari ini. Dua dari incubator company mewawancarai dalam minggu yang sama melalui Skype dan detailnya pernah saya ceritakan di postingan sebelumnya. Dalam 15 hari ini, saya lebih sering menghabiskan waktu untuk mengulur target jurnal internasional yang seharusnya hari ini terbit namun terhambat berminggu-minggu karena harus bergantian menjaga infus setiap malam. Saya tidak berniat mengeluh karena bagaimanapun ini adalah ujian Allah untuk menambah ketaatan birulwalidain, hanya saja ketidakproduktifan sering menggerayangi.


Steal your thought!

Dessy Amry Raykhamna


2 komentar:

  1. iya nungguin orang sakit itu repot banget
    waktu aku opname kapan kemarin jg ditungguin suami sembari dia kerja
    pulang darisana dia yang sakit

    BalasHapus
    Balasan
    1. lah iya, berapa hari diopname dan sakit apa mbak?

      Hapus