Selasa, 16 Januari 2018

Deposito Pribadi Selama Berkuliah

Akhir-akhir ini, saya sering melakukan blogwalking ke beberapa senior blogger yang inspiratif. Salah satunya adalah mbak Twelvi. Salah satu postingannya di bulan November memaksa saya untuk mengingat momen-momen ketika awal-awal menyelami masa perkuliahan. Postingannya tersebut sekaligus mengingatkan saya pada salah satu teman yang tetiba bertanya melalui Direct Message "bagaimana sih caramu menabung selama berkuliah?" dan "bagaimana kamu bisa bagi waktu antara part-time worker dan kuliah? Tugas-tugas kuliah kan banyak banget, susah juga kalo disambi". Saya tidak ingat detailnya, intinya teman ini menanyakan "kenapa saya mempunyai tabungan seusai lulus?"

Saya harus kembali ke masa mahasiswa baru untuk menceritakan tentang niat awal menabung. Sekitar Agustus di 2013 ketika ospek universitas, panitia menyuruh seluruh mahasiswa orientiasi untuk membuat daftar 100 mimpi. Waktu itu saya menuliskan mimpi  ke- 79, yaitu keliling Eropa seusai lulus. Impian yang tertulis singkat, namun butuh usaha yang besar untuk mencapainya. Walaupun belum tercapai hingga saat ini, tapi.. berkat mimpi tersebut saya menjadi giat menyisihkan IDR 20.000 atau 50.000 setiap harinya. Jika tidak mendapati uang IDR 20.000 atau 50.000, saya menyisihkan uang bulanan sekitar 50%.  Karena ganjaran setelah lulus adalah Eropa, saya tidak akan menyia-nyiakan uang sepeserpun dan setiap pengeluaran saya rincikan dalam general ledger. Dengan sistem general ledger, saya mengetahui dana beku dan fungsionalitas dana yang dibelanjakan setiap hari.

Mulai semester 1 hingga semester 4, saya menjadi perantauan di Kediri. Meskipun kotanya jarang mall dan tidak memerlukan budget yang besar untuk makan atau tinggal, seorang perantau harus tetap jeli dalam mengatur keuangan tidak bisa sertamerta hidup hedon setiap hari. Saat itu, saya mendapatkan supply dana bulanan dari orang tua sebesar IDR 1,350,000 per bulan untuk menyewa kos sebesar IDR 350,000, makan satu bulan IDR  250,000, fotokopi dan urusan perkuliahan IDR 200,000, transport IDR 50.000, pengembangan diri (workshop/seminar/kompetisi/buku/hobi/hiburan) IDR 100,000, dana darurat IDR 100,000, dan dana beku IDR 300.000. Dana darurat dapat dijadikan infaq, jika sehat wal afiyat dalam sebulan. Dana beku merupakan dana yang tidak boleh dicairkan bagaimanapun kondisinya atau istilahnya deposito pribadi. Dana beku ini hanya bisa dicairkan setelah 4 tahun perkuliahan saja dengan syarat kepengurusan kesehatan, paspor, visa, dan beberapa dokumen penting. Yang terpenting, bagaimanapun kondisinya seorang perantau harus memegang komitmen. 

Setelah dihitung-hitung, ternyata tabungan yang mengandalkan dana beku hanya mencapai IDR 3,600,000 per tahun dan tentu saja Eropa tidak semurah itu. Saya kembali memutar otak bagaimana tidak memangkas alokasi dana, namun tetap mencapai target sampai 10 juta per tahun? Satu-satunya cara adalah menjadi part-time worker. Entah berada di perusahaan fisik atau remote, pekerjaan ini harus dilakukan sehingga pendapatan dari part-time dan dana bulanan dari orang tua dapat digabung menjadi dana saku bulanan dan ditabung sekitar 50%. Saya mencoba pekerjaan remote sebagai junior programmer di salah satu software house dan menjadi part-time wartawan di salah satu koran nasional dengan pendapatan tidak menentu. Pendapatan junior programmer sekitar IDR 2,100,000 per bulan dengan jam kerja 18 jam seminggu. Dana beku menjadi bertambah sebesar IDR 2,400,000 per bulan. Jika dikalkulasi, maka saya dapat menabung IDR 28,800,000 per tahun, sedangkan pendapatan dari wartawan sebesar IDR 600,000 per bulan (termasuk iklan dan berita) saya alokasikan untuk pengembangan diri termasuk alokasi pembelajaan buku dan hiburan.    

Bagaimana makan dengan IDR 250,000 per bulan meskipun di kota kecil? Bisa jadi ini pertanyaan paling potensial ditanyakan atas rincian di atas. Bahkan ketika usia 16 tahun, saya pernah menganggarkan makan per bulan sebesar IDR 200,000. Saat itu sedang merantau 3 bulan di Yogyakarta. Seperti yang dikatakan Mas Danton dalam Wikufest 2012pemilik jagoanhosting.com, sekaligus alumni dari sekolah menengah saya dulubahwa menciptakan kondisi kepepet dapat memaksa kita untuk berkembang dan (waw) kalimat itu bukanlah ucapan belaka melainkan mengandung daya magis yang kuat. Dengan IDR 250,000 bukanlah mustahil saya membelanjakan sayur sop, jamur, egg roll, chicken nugget, bayam, sayur asem, tempe, tahu, telur 1/4 kg, tepung, madu, ayam, udang, ikan tongkol, ikan pindang, dan bumbu dapur (bawang putih, bawang merah, garam, gula, merica, cabe, dan saus tiram). Saya mengusahakan tidak membeli mi instan, saya berkomitmen alokasi pembelian mi instan digantikan dengan jus buah setiap bulannya. Dalam setahun mungkin hanya 1-2 kali saya merebus mi instan. Semua bahan makanan harus dibelanjakan di pasar tradisional atau mlijo yang biasanya lewat di sekitar perumahan. Saya selalu membawa bekal seminggu 5 kali selama berada di kampus. Makan di kantin mungkin hanya 1-2 kali per bulan atau makan di luar kampus hanya 1-2 kali per bulan. 

Kenapa saya seperhitungan itu dengan uang? Dapat dikatakan, saya berasal dari keluarga (yang mungkin) cukup, saya bisa saja meminta ini-itu kepada orang tua. Tapi... saya cukup sadari diri bahwa semua harta adalah milik orang tua, sebagai anak hanya 'numpang'. Terkadang saya menggunakan tas atau sepatu yang sama selama setahun, bahkan sampai lulus hanya satu atau dua kali mengganti tas atau sepatu dikarenakan rusak atau sudah tidak layak pakai (punya lubang dimana-mana). Saya dididik semenjak sekolah dasar untuk selalu prihatin karena masih dalam rangka mencari ilmu. Meskipun punya uang lebih, sebaiknya ditabung jangan terlalu dihamburkan untuk membeli barang yang nonfungsional, misalnya jam tangan merek terkenal X harus beli karena tren atau semacamnya. Dalam membeli kita harus menjadi smart buyer, belilah berdasarkan kebutuhannya bukan berdasarkan tren.

Sekarang deposito itu akan dianggarkan untuk apa? Selepas lulus kuliah, Alhamdulillah deposito pribadi yang dikumpulkan semenjak semester 1 masih tetap utuh, meskipun saya pernah menguranginya untuk kepengurusan visa Amerika pada Januari 2017. Sembari menunggu entering university for fall 2018 nanti, deposito pribadi ini akan saya pergunakan untuk mewujudkan mimpi ke-79 itu yang diagendakan bulan April mendatang (semoga tidak ada hambatan apapun ya Allah).  Segala mimpi butuh penantian, mimpi saja dulu urusan terkabulnya pasrahkan pada Allah. 


Steal your thought!

Dessy Amry Raykhamna


2 komentar:

  1. memang dedek idolaque banget Dessy ini haha :D
    kalau aku gapapa sekalinya beli tas/sepatu mahalan. karena selain aku orangnya jarang banget belanja beginian, juga nyari masa pakainya yg lama. kalau sekali beli mahal biasanya dapetnya tetep cakep dilihat tapi awet dipake selama bertahun-tahun meskipun pakenya diabuse

    modelnya mending yang classic2 aja dengan warna basic jadi nggak kelihatan fashion disaster even kita pake 7-10 tahun lagi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha mbak ninda juga panutanque :)
      benar juga mbak untuk investasi 7-10 tahun kemudian. Tapi.. jarang sih saya belanja barang branded lebih sering beli buat hadiah, entah mengapa. Bisa juga sewaktu-waktu butuh memanjakan diri, good advice mbak akan saya coba hehehe.

      Hapus