Sabtu, 10 Juni 2017

Membuat Rak Perkakas dari Wadah Piring

Weekend atau hari libur semester merupakan treasure day bagi saya. Kenapa? tidak ada yang tidak bisa saya lakukan ketika hari libur. Saya bisa ikutan workshop sesuai hobby dan passion, partisipasi acara startup, berkarya, brainstorming dengan studio partner. Fyi, alhamdulillah sekarang saya tidak menganggur lagi, ada nebula-studios.com yang entah mengapa suka sama portofolio saya. Mungkin akibat dari sering iseng di seminggu sebelum liburan untuk bikin sprinte sama pola-pola colorful, langsung masukin porto tidak pake nengok pesaing yang bikin bunuh diri (hahaha). Padahal mahasiswa desain komunikasi visual juga bukan, seni apa lagi. Kelihatan sekali kan kalo loker Pattern Designer di nebula studio bikin bunuh diri. Tapi... saya disana hanya dikontrak enam bulanan, gara-gara mereka sedang ada project Pattern Design sama perusahaan Bloomberg. Soon lah diceritain, kalo mau langsung kepo ke link web mereka aja (klik disini) daripada nunggu saya cerita hahaha. 

Bisa dibilang saya jadi lebih sibuk ketika hari libur, namun sibuk yang menyenangkan. Karena berbagai pelarian saya lakukan saat weekend atau hari libur semester. Salah satunya adalah remake over kamar. Bosen aja ngelihat perkakas berantakan di gudang, bawah kolong kasur, tidak ke filter. Dan salah satu motivasi saya buat remake over adalah kedua adik saya, Reza dan Rizda. Mereka semua laki-laki tapi punya kamar super rapih (ehem tidak seperti saya yang mirip kandang ternak: buku ceceran, pakaian semrawut. Di skip aja ya biar tidak membuka AIB sendiri terlalu jauh). Hal pertama yang saya lakukan untuk remake over kamar adalah dimulai dari memberikan rak untuk barang-barang yang tercecer, entah itu buku-buku, toples-toples vintage, kado-kado, alat lukis, alat jahit, alat DIY atau handmade. Tapi yang paling dominan alat-alatnya ketimbang buku. Sehingga saya namakan rak perkakas.   




Awal mulanya, sebelum menjadi rak perkakas. Sebenernya ini merupakan rak piring yang udah nggak kepake lama di dapur, dianggurinnya hampir seminggu, dan besoknya merupakan jadwal rak tersebut akan dihibahkan ke tukang loak. Yang sedari awal nggak ada niatan buat rapihin perkakas, setelah nemu ide buat mengecat kembali rak piring tersebut mirip-mirip rak-rak pinterest atau etsy. Dan untuk penataan, saya bedakan berdasarkan nilai guna masing-masing barang. Misalnya, pada blok pertama saya isikan kardus/kotak yang berisi alat jahit, kain persediaan untuk buat handmade, berkas foto zaman dahulu, postcard vintage, kancing-kancing, midangan, pita, dan perintilan lainnya. 


Beberapa nanya : sebenernya itu benda apa? yang sampul tembok batu bata kaya album kenangan? (waduh berasa fashion consultant dikepoin hahaha). Sebenernya itu adalah hasil tugas mata kuliah yang saya ambil di semester enam kemarin, Perancangan Game. Sebelum implementasi game di game engine (Unity, dll), kita perlu mengetahui kebutuhan player, dan perancangan game play-nya harus super mateng. Sehingga dibuatlah paper prototyping, paper ini menerapkan seluruh asset game dan (harus 100%) disamain dengan storyboard yang telah dirancang sebelumnya. Jadi game designer itu harus mengetahui kebutuhan game yang akan dirancang sebelum luncur ke pasaran. Berbagai faktor jadi pertimbangan, memulai nyamain persepsi dengan MDA Framework (walaupun sepanjang saya belajar di informatika, semua mata kuliahnya adalah materi Yahudi, tapi... dilema pasti ada karena banyak topik yang pada akhirnya menjadi hal yang saya gemari). Kemudian menguji apakah game tersebut udah fun atau cuma ngasal? 

Hari pertama presentasi paper prototyping, tidak tahu kenapa, dosen saya saat itu nunjuk duluan. Dengan rasa was-was, takut dicaci-maki, karena paper prototyping-nya belum kelar dan masih perlu upgrade dari segi game play. Antara pengen nangis dan bingung. Akhirnya saya maju dan nerangin bla bla bla. Tetiba dosen tersebut langsung nanya "itu bikinnya berapa hari?" saya langsung kebingungan buat jawab, soalnya all by handmade. Kalo jawabnya sehari takut dibilang sok-pro, kalo jawabnya seminggu takut dibilang "lama banget, lagi ngganggur banget ya mbak seminggu ngerjain gituan?" akhirnya saya jawab "tiga hari, Pak." Yang aslinya adalah rapelan dari berminggu-minggu jadi setiap ada waktu kosong dikit saya bikin colouring karakter dan environment lainnya, kalo lagi sibuk ya tidak bikin. Namun semua itu berakhir, di H-1 sebelum presentasi, kalang kabut belum ngapa-ngapain cuma colouring karakter yang lunas, lainnya? Its not well done! Akhirnya eksekusi seharian penuh, mulai jam 7 pagi sampe jam 11 malem. Non-stop. Makan disambi gunting-gunting, ngelem, dll. Dan... dibelain sampe tidak mandi seharian. 

Setelah presentasi rampung saya lega, beliau bilang "keren. Keren game art-nya. Tapi... lama juga ya tiga hari. Kalo bisa obstacle-nya ditambah biar lebih seru" (baiklah jika soal obstacle saya perlu menggali lagi. Namun... haloo, mana ada yang rampung manual colouring tiga hari? Artist webtoon aja seminggu kadang masih kurang, apalagi saya yang masih seonggok lumpur, masih syukur colouring environment dan karakter berhasil dikebut 1 hari 1 malam. Kalau tidak berhasil, mending bunuh saya, Pak di depan khalayak...). Setelah kalimat itu selesai diucapkan oleh beliau, sebenernya saya sedikit menyesal, karena lebih mengharapkan kata "great job" daripada "keren". Bukannya kufur, tapi saat itu saya sedang berkeinginan membuktikan kata-kata dosen MITI yang sering bilang "kalo kerja jangan separuh-separuh, buat diri sendiri interest dulu baru kasih ke dosen. Jangan ngasal kalo ngerjain. Dan saya lebih suka disebut great job daripada good job!". Kalimat yang ngejleb sekaligus jadi dorongan biar tidak mudah menyerah.   

Selanjutnya untuk blok kedua, sengaja saya isikan alat-alat untuk makarya. Kaya kuas, cat minyak, cat acrylic, cat air, cat poster, cat amber, dan koleksi cat lainnya, crayon, pensil warna, wooden pin, toples-toples yang berisi benang jahit, renda-renda, dll. Sebenernya alat dan bahan buat makarya standard. Tidak yang harus pake kertas Canson, cat air kudu Winsor & Newton, pen kudu The Aurora Diamante ato Mont Blanc, brush mahal, sampe bela-belain pake pallete mahal biar keliatan pro. Tapi tidak ada salahnya sih nyobain pake sederet alat lukis bintang tujuh tersebut. Semua itu tergantung siapa di balik kuas? sama kaya dunia fotografi, semua itu tergantung siapa di balik kamera. Walaupun pake kamera film gulung, tapi kalo yang megang professional, penuh noise presisi-angle-tone-lainnya sesuai komposisi, bisa menghasilkan potret yang berbeda (materi ini udah sering ditekankan oleh Pak Eric Ireng, beliau senior photographer di Antara news, dan materi pernah saya post disini)



Selanjutnya slot ketiga, letak beberapa buku yang terkait passion dan hobby, kaya buku dakwah, sejarah Muhammad Al-Fatih 1453, Ghazi series, sejarah wikileaks, wisdom, dan beberapa sisa komik yang masih nggak tega buat saya jual (meskipun beberapa komik shonen star, hanalala, dan beberapa serial cantik udah saya jual via tokopedia, klik disini, karena sold-out jadi saya belum update buku second lagi). Beberapa foto dari masa ke masa juga terpajang disana. Mulai random family sampe temen geng sekolah dasar, geng startup, dan geng main. Sebenernya fotonya masih seabrek, tapi karena frame-nya nggak muat untuk ditumpangi foto seabrek yaudah tone foto yang menurut saya cocok dengan background buku saya taruh disana wqwqwq. Oiya sekarang startup kami sudah upgrade secara sosmed dan domain loh, bisa klik www.ricolala.id untuk info lebih selengkapnya. 



Selanjutnya blok keempat, saya letakkan buku-buku kebutuhan mata kuliah yang sudah tidak ditempuh. Biar lebih rapi aja. Sebenernya pengen dijual lagi, tapi sayang...soalnya ada keringat di balik barisan buku-buku itu. Bukunya Oh Seung Eun, itu geratis dari songsaengnim (sebutan guru dalam bahasa korea) di Hangul Choegoep-1 (sebutan kelas korea yang saya ambil). Sedangkan Buku blender sama android itu dibeli setelah saya ngumpulin 20000 per hari di awal semester 3. Dan alhamdulillah kebeli juga, walaupun bacanya lompat-lompat (soalnya waktu semester 3 lebih pilih baca The Amber Spyglass, novel ketiga dari Golden Compass *alibi). Sedangkan seperangkat buku jaringan (jaringan komputer, CCNA, CCNP) ini dibeli dari hasil jurnalis di koran nasional Forum Indonesia dulu, lumayan hasil cari iklan sama loper koran sepulang kuliah jadi buku ternyata hahaha, dan waktu itu lagi ada pelajaran jarkom dari Ibu Dosen tercinta BKD (hanya beberapa spesies saja yang tahu julukan ini, jangan tanya kenapa hehehe), yang dimana soal UTS-UAS persis sama buku. Alhasil tiap weekend baca buku itu dan merangkum. Belum lagi, tahun setelah itu saya daftar sertifikasi CCNA Security sebelum lanjut ke CCNP. Lengkap-lah penderitaan di tahun itu. Sedangkan beberapa buku jasakom lainnya, kaya kali linux, metarouter, mikrotik, dll itu hasil jualan aksesoris di grosirfashiononline.com (gara-gara jualan di gfo alhamdulillah buka deposito pribadi sejak 2014, tidak bermaksud promosi loh), yang mana buku tersebut saya beli dengan tujuan hacking (kebanyakan nonton bloody monday sama ghost yang diulang-ulang sampe hafal cara hijack dari remote desktop dan berkat film tersebut, bermanfaat juga buat beberapa mata kuliah yang menyangkut security). 



Sebenernya rak perkakas ini terdiri dari lima blok, blok terbawah masih belum terpakai karena berisi aneka barang tanpa filter fungsional. Sementara yang masih keisi adalah blok satu sampe keempat. Seperti yang disebutkan di awal, kalo warna dari rak perkakas tersebut adalah neyeng, putih pudar pucat pasi (bingung mendeskripsikan arti neyeng hahaha). Untuk ngecat perabotan seperti ini, lebih baik dibalur penggosok terlebih dahulu, biar luntur neyeng-nya kemudian baru kasih tiner campur cat putih. Mulai cat dengan kuas cat tembok dari atas ke bawah hingga merata ke seluruh permukaan. Mudah kan?

Selesai membuat rak perkakas dan menata barang-barang ke dalamnya, tidak langsung kelar dan istirahat. Saya mencoba remake-over dinding putih kamar dengan memberikan gantungan foto dengan wooden clip dan gantungan dompet. Oiya untuk gantungan dompet bisa dibeli di toko bangunan, harganya kisaran 2000 s.d 10000 tergantung ukurannya. Kalo untuk dompet merah itu, saya hanya make-over sedikit kok, hanya direnda dan gantungannya. Selain itu beli di daerah barang diskonan center point, hanya 10000. Bukannya saya langsung melek kalo lihat diskonan, tapi dompet itu bentuknya unik kaya oriental dan kelihatan chic kalo dimatch sama renda yang saya punya hahaha. By the way, kira-kira make-over apalagi ya setelah ini?   


Steal your thought! 

Dessy Amry Raykhamna


Tidak ada komentar:

Posting Komentar