Sabtu, 10 Juni 2017

Pennsylvania [2]: Incheon dan Korean Cuisine



Beberapa waktu yang lalu, saya telah drop post mengenai tips sebelum melakukan self-backpack (cerita lengkapnya : klik disini). Seperti yang telah saya katakan sebelumnya, di pertengahan perjalanan menuju Pennsylvania, terjadi pergantian maskapai atau transit pada salah satu dari lima bandara terbaik di dunia setelah Munich International Airport, yaitu Incheon International Airport. Menurut hasil survey Skytrax, sebuah badan internasional yang melakukan survey terhadap angkatan udara di suatu negara, dari segi bandara, maskapai, sampe kabin pesawat. Munich Int Airport menjadi bandara dengan pelayanan dan fasilitas terbaik di dunia, peringkat kedua diduduki oleh Incheon Int Airport dengan maskapai Asiana Airlines yang dicap sebagai maskapai bintang lima, dan peringkat ketiga diduduki oleh Changi Int Airport. Sebagai Warga Negara Indonesia, saya juga turut berbangga karena maskapai Garuda Indonesia juga dinobatkan sebagai maskapai bintang lima dengan awak kabin terbaik di dunia. Ada baiknya, sebelum kita bepergian berjam-jam dengan suatu maskapai, untuk melihat feedback atau berbagai review mengenai pelayanan dan fasilitas yang diberikan pada suatu maskapai. Sehingga sewaktu di perjalanan tidak mengeluhkan ini-itu. Hal ini juga saya lakukan sebelum bepergian ke Pennsylvania. Searching dan hunting maskapai saya lakukan pada 2 minggu sebelum keberangkatan, sambil berharap dapat harga promo. Tapi ya... karena saya berangkatnya pada bulan-bulan liburan semester, yang ada dapat harga seperti hari efektif hahaha, nggak ada promo, hanya dapat diskon channel.



Mengenai maskapai, saya mencari di wego sama tripair, karena traveloka dan beberapa situs penyedia tiket travel lainnya hanya menyediakan direct flight dari CGK-PHL dengan penawaran harga yang kurang bersahabat. Di wego, saya dapat tiket harga lelang dari tripair dengan jenis round-trip CGK-ICN-PHL selama pulang-pergi (depart-return). Totalnya USD 1384 atau kalo dikurs-kan sekitar 18 juta-an untuk sekali perjalanan. Kata kakak sepupu saya, mbak siste, yang udah sering bolak-balik ke Amerika, dapat tiket dengan harga segitu termasuk murah, biasanya sampe 30 juta-an untuk sekali perjalanan. Akhirnya saya apply tiket tersebut untuk 1 orang. Yah, saya melakukan perjalanan backpack pertama kali dan itu sendirian! Biasanya kalo ikutan kompetisi atau acara-acara universitas, saya berangkatnya rombongan bareng tim. Kaya waktu IGD 2016, Compfest 2016, AODH 2016, INAICTA 2015, PHOSE 2015, REOC 2014, dan beberapa kompetisi lainnya. Semuanya bareng tim, nggak pernah sendirian hackathon sampe ke luar kota atau keluyuran di kota lain. Dan pada tahun 2017, untuk pertama kalinya, saya pergi jauh dari rumah, meninggalkan keluarga dan negara dengan jarak beribu-ribu kilo meter tanpa tim, tanpa siapapun. First time i am become self-backpacker, dont you know?

Pengalaman selama menjadi self-backpacker kali ini membuat saya berkesimpulan bahwa studying is not for getting good grades, but for training yourself to overcome hardships. Banyak hal yang saya dapatkan, mulai dari menjalin keakraban dengan beberapa anonymous di negara lain, kemudian menjadikan mereka temen akrab, belajar budaya baru, memahami atmosfer yang berbeda, beribadah di tempat yang dekat dengan kata musyrik-kafir, dan berbagai pengalaman baru lainnya yang nanti akan saya ceritakan di post yang terpisah. Nah back to topic, karena Incheon menjadi tempat transit saya pertama sebelum menuju ke Philadelphia, saya memilih maskapai Asiana Airlines untuk mengantar ke sana, dengan estimasi tunggu selama 10 jam. Beberapa ada yang nanya : kenapa nggak pake Korean Air? Karena menurut beberapa isu yang tersebar, sejak kemunculannya, Korean Air kerap mengalami banyak kecelakaan. Hingga Skytrax menyematkan kualitas maskapai bintang empat pada Korean Air, hal ini terjadi juga pada Japan Airlines yang disematkan bintang empat oleh Skytrax. Jadi menurut saya, tingkat safety itu lebih penting, makanya saya lebih memilih maskapai dengan bintang lima daripada bintang empat hehehe. Walaupun harga Asiana Airlines sedikit lebih mahal dibandingkan Korean Air. 




Selanjutnya, sambil menunggu keberangkatan maskapai Asiana Airlines, saya langsung eksekusi rencana berdasarkan itinerary yang telah dibuat jauh-jauh hari sebelum menuju Incheon. Berdasarkan itinerary, hal pertama yang saya lakukan begitu turun dari Air Asia adalah istirahat sekitar 30 menit-an di Rest Area, untuk menenangkan diri. Karena selama 7 jam di perjalanan udara saya sudah muntah berkilo-kilo (hahaha), saya termasuk nggak betahan dengan perjalanan udara yang cukup lama, apalagi kalo maskapai yang ditumpangi bukan tergolong comfortable bagi saya. Masih dikasihani oleh Allah, alhamdulillah, saya nggak pusing atau jetlag berkepanjangan. Sehingga saya masih strong buat perjalanan ke Myeongdong sekitar 2 jam-an untuk menemui Tante Sri walaupun badan masih lemas. Tante Sri adalah kerabat mama saya yang tinggal di Yongsan sejak suaminya menerima beasiswa LPDP doktoral tahun lalu. Awalnya saya pikir, Incheon tidak terlalu jauh dari Yongsan, sehingga saya berharap Tante Sri dapat menjemput saya yang kelemasan di depan Seoul Station. Ternyata tidak begitu adanya, sodara-sodara, jika ingin ke Incheon, Tante Sri harus naik kereta terlebih dahulu dari Myeongdong ke Seoul Station. Kemudian barulah bertemu saya, jarak dari Myeongdong ke Seoul Station tidak bisa ditempuh dengan mobil. Karena kedua wilayah tersebut ternyata berbeda pulau, masyaAllah!

Setelah menjalani adegan drama di depan petugas imigrasi, saya langsung menuju Seoul Station untuk berhenti di Myeongdong, karena rupanya Tante Sri telah menunggu saya di depan Kedai Jaws. Bisa dibilang, Kedai Jaws merupakan kedai yang menjual topokki terbaik di Seoul. Tapi sesampai di Kedai Jaws, saya nggak langsung mencicipi topokki karena masih merasa lemas dan nggak nafsu makan, apalagi buat nge-vlog dan foto-foto nggak ada tenaga. Akhirnya Tante Sri menyuruh saya untuk minum teh boricha atau teh gandum, yang telah diramu dengan gula rendah kalori dan air panas. Setelah meminum teh tersebut, saya kembali merasa strong, alhamdulillah, dan mulai memakan japchae asli Yongsan yang telah beliau bawakan. Terima kasih banyak, Tante Sri atas kepeduliannya pada saya yang kelemasan saat itu. Semoga Allah membalas segala kebaikan Tante dengan yang lebih baik. Amin Ya Robbal Alamin.      



Ritual pemulihan diri dengan meminum teh boricha dan makan japchae telah saya lakukan. Saya pun pamit pada Tante Sri setelah berbincang selama 2 jam-an di Kedai Jaws. Seperti perjalanan yang sebelumnya, saya kembali naik kereta ke Seoul Station, kemudian menunggu di Asiana Lounge selama beberapa saat. Mungkin ada benarnya, jika menunggu adalah hal yang membosankan, apalagi kalo perjalanan sendirian. Akhirnya saya memutuskan untuk menjalankan rencana kedua pada itinerary yaitu muterin Incheon sambil nyari tempat sholat dan mencicil oleh-oleh. Sebenernya di airport guide telah diberi arahan mengenai market place. Tapi saya ingin mengikuti intuisi dengan berbekal pengetahuan dari airport guide yang telah dibaca jauh-jauh hari, walaupun pada kenyataannya masih sering nyasar hahaha. 




Sebenernya saya sempat mampir sebentar ke Food Square dan berakhir nggak jadi makan apa-apa karena harga seluruh menu hampir bunuh kantong sekali makan, yang murah hanya sepiring kimchi. Harga bibimbap disana 10.000 won, kalo dikurs-kan sekitar 110.000-an, setara beli indomie 3 kardus. Berhubung juga, perjalanan ini ditanggung sponsor jadi mau nggak mau harus minim pengeluaran, supaya nantinya nggak terlalu nggelandang waktu perjalanan pulang. Karena nggak jadi mampir di Food Square, akhirnya saya memutuskan untuk berkeliling mencari tempat beristirahat sekaligus beribadah di Prayer Room. Waktu itu sedang memasuki dhuhur, sehingga saya memutuskan buat rapelan tafkhim dhuhur dan ashar (bersyukurlah bagi mereka yang menjadi musafir hahaha).

Diam-diam saya membatin, apakah di Amerika akan mendapatkan hal yang sama seperti ini? Bandaranya menyediakan prayer room, rest area yang nyaman, fasilitas yang lengkap di bandara seperti movie teather, kamar mandi lengkap dengan handuk-sabun-shampoo, spa/sauna, golf, toko buku, museum, dan lainnya?  Mendadak segalanya menjadi penuh misteri. Karena setahu saya, selama menjelajah search engine, tidak ada bandara di Amerika yang masuk ke dalam lima bandara service terbaik versi Skytrax. Belum lagi, pemberitaan mengenai Presiden Donald Trump yang menandatangani surat eksekutif untuk melarang imigran yang berasal dari negara islam masuk ke Amerika dan adanya pembangunan tembok perbatasan untuk Meksiko. What? Tolong... saya nggak mau jadi imigran gelap. Tapi yang namanya self-backpacker, harus menanggapi segalanya dengan positif meskipun pemberitaannya memilukan. Agar nggak mundur dari perjalanan, jadi nggak perlu berpikir kemungkinan-kemungkinan yang belum terjadi. Keep positive thinking!




Seusai rapelan dhuhur dan ashar, saya langsung berburu oleh-oleh di Duty Free. Untuk masalah tempat oleh-oleh, saya nggak perlu bingung. Karena sejak awal saya hanya bawa ransel sama koper kosong (nggak bener-bener kosong sih, hanya terdapat baju untuk conference day dan jas hujan), jadi nggak perlu bingung mau dimasukin kemana oleh-olehnya. Waktu di Kedai Jaws, Tante Sri juga bawain sekilo teh borichajapchae mentahan, sama odeng mentahan. Yang katanya, walaupun nggak difreezer 2-3 harian nggak bakal berbau. Soalnya udah dipress dan all from Yongsan (sudah saya duga semua ini akan terjadi ketika bertemu kerabat hahaha).

Beberapa barang yang saya beli di Duty Free, rata-rata hanya untuk keluarga dan saudara. Buat diri sendiri hampir jarang. Paling-paling saya beli dua potong baju ganti, kemeja dan rompi brokat, soalnya selama kesini hanya bawa dua potong baju. Baju berangkat sekaligus pulang dan baju conference day. Sedari awal udah diniatin backpacker, jadi ya mau gimana lagi. Ohya lebih baik kalo nanya-nanya detail produk yang ingin dibeli ke karyawan toko, saya sarankan pake bahasa jepang, tapi... kalo ngelontok bahasa korea ya pake bahasa korea. Fyi, saya pernah nanya ke mbak-mbak bagian syal dan sejenisnya, waktu itu saya pengen beli syal dengan model sama tapi grosiran. Nah saya nanya ke mbaknya :

"Excuse me, Eonni. I want to buy this scraft more than one. Can i have it?"
"Hmm?" sambil mengernyitkan dahi berulang kali
"Doushite?" celetuk saya nggak sengaja (dalam bahasa indonesia : kenapa?)
"Nihon-eu?" tanyanya
"Iie,"
"Sumimasen, kokyaku-san. Atashi wa eigo o wakarimasen," (dalam bahasa indonesia : maaf pelanggan, saya kurang ngerti bahasa inggris)
"Oh, wakatta..." saya ngedumel dalam hati.

Berawal dari celetukan tersebut, akhirnya kami dapat mengerti maksud satu sama lain. Duty Free menjual segalanya dengan lengkap, mulai dari buku, alat tulis, souvenir, baju, kosmetik, parfum, tas, berbagai peralatan rumah tangga, dan elektronik. Tapi ya gitu, menurut beberapa saran temen-temen, kalo ke Duty Free, beli yang di luar kosmetik, parfum, tas, dan baju. Katanya harganya akan sama dengan toko-toko lainnya. Sedangkan yang bener-bener bebas pajak hanya buku, alat tulis, dan souvenir. Kalo sumpit dengan bahan stainless steel beli disini aja, satu pack 1000 won. Sedangkan kaos kaki dapat harga grosir, selusin 7632 won (per biji 636 won). Apalagi harga segebok postcard malah lebih murah. Bisa dibayangkan juga harga alat tulisnya?

Sejak mengerti harga-harga yang tertera, saya makin males beli kalo ketemu alat tulis impor lucu-lucu di toko buku Indonesia. Dulu sebelum tahu harga-harga free tax, saya sering berburu alat tulis, setiap ketemu yang lucu, unik, dan vintage. Tapi sekarang... harus berpikir-pikir dahulu. Saya makin menyadari bahwa self-backpacker juga dapat menjadikan pribadi seseorang lebih super berhemat dan bisa ngerem mendadak buat nggak hebohan kalo lihat barang-barang impor yang vintage.


Sebenernya saya juga ingin berkunjung lama-lama di Korean Museum sama Korean Traditional Culture untuk mencoba membuat handmade. Korean Traditional Culture itu semacam expo bagi turis yang ingin mengenal budaya korea. Kadang kalo hari tertentu ada pertunjukan musik tradisional disana, kita juga bisa bikin gelang atau aksesoris sendiri dan membawanya pulang sebagai oleh-oleh. Tapi... karena penerbangan Asiana Airlines telah diumumkan akan segera flight dalam 40 menit, saya langsung berlarian ke terminal A untuk check-in.


send a thousand happiness,




dessy amry raykhamna





Tidak ada komentar:

Posting Komentar