Sabtu, 10 Juni 2017

Pennsylvania [4]: Jogging Pagi di Philadelphia


Memang benar apa yang dikatakan oleh beberapa buku psikologi populer bahwa "heart is an important thing as human being". Perjalanan selama 11 jam di udara telah membuktikan hal tersebut kepada saya. Semua orang di bumi Allah masih memiliki hati, ketika saya membutuhkan mereka untuk mendengar, mereka ada. Mereka tidak merasa bahwa saya adalah orang asing, yang tidak perlu untuk ditolong, tapi... tangan mereka selalu terulur ketika saya tidak mampu untuk berjalan. Mereka tidak enggan mengajak saya berbicara masalah keluarga dan masalah lainnya, yang sebisa mungkin dapat menjalin keakraban. Pemikiran-pemikiran saya terkait egoisme, mereka patahkan tanpa belas kasihan. Mengapa saya katakan demikian? Sebelum saya melalui perjalanan panjang yang sendirian ini, saya mengira seluruh orang di dunia ini sibuk dengan segala hal tentang diri mereka, tidak peduli dengan orang di luar lingkungan kehidupan mereka. Terkadang mereka berpihak, terkadang berdusta. Munafik. Begitulah manusia. Dan akhir-akhir ini, saya lebih sering menyimpulkan definisi manusia seperti itu. Semenjak perjalanan yang saya lakukan, banyak pelajaran yang ditunjukkan Allah pada saya, Allah masih menunjukkan kepada saya, bahwa hati manusia masih belum mati, dia hidup bersama dengan alam dan semilir angin. Walaupun terkadang teknologi masih kerap memperbudak mereka.

Seperti yang saya katakan pada cerita sebelumnya (incheon dan korean cuisine [1] dan incheon dan korean cuisine [2]), setelah Incheon saya akan menuju ke goal destination, yaitu Philadelphia. Berbeda dengan di Incheon yang hanya 10 jam, di Philadelphia saya akan tinggal selama 4 hari. Hari pertama dan kedua, saya disibukkan oleh acara conference day dan mentoring hackathon. Seluruh acara diselenggarakan di University of Pennsylvania. Sedangkan 2 hari selanjutnya, saya manfaatkan untuk explore kota, mengikuti workshop yang telah disediakan oleh 10times, dan mencari benavides nachos. Benavides nachos adalah kudapan khas Meksiko, berdasarkan petunjuk mapsbenavides nachos hanya ada di Texas. Tapi kenyataannya, kata supir carriagenachos khas Meksiko itu bisa ditemukan di sekitaran Chinatown (cerita ini akan saya bahas pada post yang terpisah).

Pada hari itu accuweather bilang, Philadelphia akan diterpa hujan deras karena suhu berada pada 52°. Namun pada kenyataannya, hari sangat cerah, sodara-sodara. Saya sempat berharap akan turun salju, karena beberapa wilayah perbatasan Meksiko masih didera salju walau tidak deras. Perubahan cuaca kadang juga tak menentu, malam 25° pagi 35° siang 52°, bisa jadi radar cuaca nggak berguna sama sekali ketika kita sedang berada di Philadelphia. Saya akui, its first time i am overseas and very far away from my home. Sendirian, perempuan, tanpa keluarga, saudara, atau teman. Banyak khawatir dan takut nggak bisa survive, tapi karena jauh-jauh hari udah survey berdasarkan petunjuk di city guide. Nggak ada yang perlu dipermasalahkan, hanya pengetahuan itu yang mampu membuat saya positive thinking. Acara PennApps XV telah usai, namun saya masih memiliki waktu 2 hari untuk berada di Philadelphia. Senin - 23 Januari 2017 ingin saya gunakan untuk mengunjungi mbak siste di Missouri. Mbak siste adalah kakak sepupu dari keluarga Ayah yang bekerja sebagai sushi chef di Amerika. Cerita perjalanannya sangat inspiratif untuk disimak. Awalnya dia hanya sekedar chatting dengan teman Amerikanya melalui Facebook, kemudian temannya tersebut memberikan tawaran untuk bekerja di perkapalan sebagai staf IT. Bayarannya lumayan hanya instal aplikasi musik U$D 10, padahal instal hanya klik tombol next sampe finish. Ternyata pekerjaan itu sedikit membosankan, akhirnya mbak siste resign dari perkapalan, walaupun prestasinya sangat gemilang sebagai pegawai perkapalan. Gimana nggak? Setiap hari keliling benua amerika, samudera atlantik, dan beberapa negara di sekitar samudera pasifik. Akhirnya karena merasa kurang tantangan, mbak siste mencoba peruntungan untuk menjadi chef di salah satu restoran jepang yang belum terlalu komersil di daerah Missouri. Singkat cerita, pendapatan restoran menjadi naik sejak kehadirannya. Restoran itu semakin terkenal di daerah Missouri. Sekali lagi, dia merasa kurang tertantang dan akhirnya mencoba tantangan dengan mendirikan restoran jepang sendiri bersama teman-temannya di Cleveland. Daerah Cleveland adalah daerah berbukit dengan jalan menukik dan curam. Kalo di Indonesia mirip daerah Batu atau Imogiri. Dia tinggal di perkampungan Cleveland yang dekat dengan laut. It likes blitar-tumpak kepuh, dont you know?


Setelah chatting panjang lebar dengan mbak siste di instagram, yang menyatakan bahwa dia telah bermigrasi ke Cleveland bukan di Missouri lagi. Saya langsung murung dan stuck sejenak, awalnya saya pikir bisa mengunjunginya setelah tahunan tidak bertemu. Ternyata kenyataan menghianati itinerary, jarak dari Philadelphia ke Cleveland sangat jauh, harus ditempuh dengan kereta Greyhound dan perjalanan minimal tempuh satu hari, sedangkan saya harus ke airport besoknya. Mau dipaksain kaya gimana tetep nggak kesampaian. Karena merasa stuck dan murung, akhirnya saya menghibur diri dengan jogging pagi seraya explore kota. Kalo dipikir-pikir, memang ya begini rasanya self-backpacking, hanya dengan Allah dapat berserah diri. 


Untuk explore kota, saya harus naik Bus Phlash dari University of Pennsylvania ke Pennsylvania Convention Center. Hanya dengan membayar U$D 2, sekitar 9 menitan bisa sampe ke pusat kota Philadelphia. Bus Phlash adalah kendaraan umum yang sering dipakai masyarakat untuk perjalanan dengan jarak dekat. Saya akui, masyarakat Philadelphia sangat memanfaatkan transportasi umum. Mereka nggak gengsi naik bus campur peliharaan, padahal kita tahu bahwa Amerika adalah benua adidaya dengan segala kemajuan teknologi. Tapi... Philadelphia adalah kota sederhana yang menghargai minoritas. Ngomong-ngomong soal minoritas, ketika di bus saya sering denger seliweran bicara soal politik mayoritas yang melindungi minoritas. Dan... ternyata begitu nyampe di Indonesia, saya baca koran di kios gado-gado, gerombolan masa demo di Philadelphia. Kaget dan shock. Karena... mungkin jika saya lebih lama berada disana, akan terbawa arus untuk ikut demo. Intinya yang saya denger waktu di bus bukan gosip, tapi sebuah kebenaran. Setelah baca koran, saya langsung merinding, merasakan dejavu untuk sesaat.


Banyak hal yang saya temukan selama melakukan kegiatan iseng berupa jogging pagi. Yang pertama, carriage, walaupun Philadelphia juga termasuk kota adidaya, namun tetap menghargai sejarah. Carriage masih diabadikan. Kalo di Indonesia, carriage ini mirip delman. Bedanya segalanya serba teknologi, kalo ingin menumpangi harus pesan online terlebih dahulu ke situs phillytour.com, karena carriage yang berserakan di jalanan itu sedang mengantar penumpang. Sekali naik harganya juga beda-beda, jarak tournya dibagi 3, ada short, medium, dan deluxe. Kalo short sekitar U$D 50, medium U$D 60, dan deluxe U$D 125. Dengan harga yang berbeda, tour mengelilingi tempat-tempat di kota Philadelphia juga berbeda. Karena dari awal udah niat backpack, saya harus memilih untuk menghemat budget dengan berjalan kaki untuk melengkapi acara explore kota. Nggak seru aja hunting foto sambil naik carriage, noise terus yang ada (ngalibi : karena harga naik carriage terlalu mahal untuk mahasiswa minim kantong hahaha).



Suburban merupakan stasiun kota Philadelphia. Philadelphia merupakan kota tertua dengan sejarah yang unik. Seluruh bangunannya pun nampak kolosal namun tetap artistik. Meskipun hanya stasiun kecil, Suburban menyediakan 12 jalur kereta untuk berkeliling seluruh kota di Amerika Selatan. Karena antar kota nggak terlalu jauh, misalnya dari Philadelphia ke New York atau San Francisco. Semuanya bisa ditempuh dari Suburban, walaupun memerlukan transit pada stasiun besar terlebih dahulu. Berdasarkan itinerary, besok adalah jadwal saya mengunjungi Chinatown sekaligus mencoba kereta Axela Express dari Suburban ini (mengenai ini akan saya ceritakan pada post yang terpisah). Kata  beberapa anonym yang saya baca dari tripadvisor banyak artefak dan art deco mengenai sejarah Philadelphia yang terpasang pada bagian dalam dinding Suburban. Entahlah saya belum membuktikannya.

Secara historis, Philadelphia sempat menjadi ibu kota Amerika Serikat, walaupun tidak bertahan lama. Ada dua sungai yang terkenal yaitu Delaware dan Schuilkyll. Bisa dikatakan perjalanan 12 jalur selalu melewati kedua sungai, yang konon, disebut sebagai pesangrahan Liberty Bell. Katanya juga, orang indonesia legal maupun ilegal banyak yang tinggal di South Philly atau Philadelphia bagian selatan. Ya, daerah yang sedang saya pijak ini. Namun sepanjang saya berjalan, jarang saya temui lalu lalang orang indonesia. Mungkin mereka masih tertidur di bawah pavilliun. Karena jangan salah, seseorang yang memiliki pondasi keimanan kuat pun bisa tenggelam dengan gemerlap kota ini. Kota ini mampu menarik orang untuk tinggal lama-lama, melupakan jati dirinya sebagai rakyat Indonesia, apalagi mengenai nasionalisme. Nggak perlu pikir panjang, serta merta pergi meninggalkan negara tanpa pamit. Banyak juga yang melakukannya. Saya sering mendengar cerita ini dari kakak sepupu, mbak siste. Namun alhamdulillah, Allah masih menyayangi saya, gemerlap itu tidak melalaikan rukun islam. Tetap melaksanakan kewajiban, sholat dengan seadanya. Sebab sepanjang perjalanan yang saya temukan hanya gereja. Terpaksa harus sholat berhadapan dengan salib. Untung waktu itu, pegawai Medical Center di University of Pennsylvania sangat toleran akhirnya saya diperbolehkan menggunakan  ruang bilik romo untuk beribadah dan murojaah. Dan wudhu, ini adalah hal yang paling sensitif, karena nggak ada kamar mandi dengan kran mengucur, saya terpaksa wudhu di wastafel sambil dilihatin tukang cleaning service dorm. Tapi saya nggak ambil pusing, walau setelah wudhu, mbak-mbak cleaning service itu ngomel-ngomel karena lantai jadi basah. Setelah mbak-mbak ini ngomel, saya langsung menyahut :

"I am sorry so deeply. Because i am a backpacker, so its normally. I hope you understand what i mean, thank you for everything, sister," sambil kabur secara perlahan (hahaha)

Tips ini saya dapatkan dari kenalan saya, Mark Liu, di Asiana Airlines waktu itu. Dia bilang, sebagian orang Philadelphia sebenarnya sangat toleransi jika kita mau memberikan penjelasan secara santun. Dan saya belajar banyak dari dia. Thank you for everything, Mark Liu! You’re the best advicer that i ever met!



Nggak terasa, saya sudah berjalan lumayan jauh dari Suburban. Dan kini sampai pada Center City, daerah yang penuh sesak dengan bangunan pencakar langit. Sepanjang jalan saya pikir akan ada penjual souvenir ternyata nggak ada pedagang kaki lima sama sekali disini. Bersih, rata dengan trotoar. Kota yang bersih dengan udara yang bersih, kota yang sepi tapi nyaman. Kira-kira deskripsi ini yang pantas untuk Center City. Saya nggak nyangka, besok merupakan hari terakhir saya berada di kota ini. Dan lebih nggak nyangka lagi, kalau saya pernah tiba disana. Sendirian. What a great journey, i ever had!

send a thousand happiness,


dessy amry raykhamna



Tidak ada komentar:

Posting Komentar